22 Oktober 2016

Suatu Kepulangan

Pagi yang lindung, memulangkan kau dengan jemawa. 
Bahu tegap, kening mengkilat, senyum lebar.
Kau telah kembali Tuan, kembali bak pahlawan.
Berhasil meretas jalan setapak yang dulu hijau.
Kini, “pulang” adalah riwayat yang mesti ditempuh.
Sejak dulu, dendammu begitu hangat, sebab hinaan di dadamu senantiasa segar.
Jika diselidiki dari kilat keningmu, kusimpulkan segala pedih mesti dibeli, mulut yang pedas mesti dikerat. 

Demikian, pulang tidak melulu menghela kerinduan.
Ibumu bangga Tuan, karena mobil yang kau sewa kali ini sudah menciutkan mereka yang pongah.

Yogyakarta.

Related Articles